Selasa, 31 Januari 2012

Kidung Rindu 2


Seminggu sudah aku mengurung diri didalam rumah,
bukan,bukan rumah, sebab selama seminggu ini hanya kamarku yang menjadi tempat paling nyaman dan aman bagiku saat ini.
Nyaman untuk melakukan apa saja,
Aman untuk meluapkan perasaan tanpa seorangpun yang peduli.

Tempat favoritku adalah meja belajar dekat jendela besar yang mengarah tepat menghadap kelas ma'hadku,
rumahku memang sangat dekat dengan ma'had,khususnya kamarku,
dari jendela ini aku bisa melihat santri dikelas,
kadang saat libur hari jum'at jika ingin pulang kerumah tanpa izin, jendela ini menjadi penolong yang rela kupanjat untuk masuk kedalam secret world ku dan kembali kema'had dengan jalan yang sama tanpa seorangpun yang menyadari tindak kaburku.
Selamat dari iqob.
Atau jika tidak sempat sarapan sebelum masuk kelas, maka saat istirahat jendela ini menjadi penolong yang menyelamatkanku dari perihnya maag dengan menyantap masakan ummi yang lezat.
Kenyang dan lahap.



Ah.. masa lalu..
Indahnya masa itu,
Aku kini hanya mampu mengenang, menangisi, menertawai bahkan meratapi segala kejadian masa laluku yang penuh cerita, hingga tak dapat lagi kubedakan kisah sedih yang membuatku tertawa dan kisah bahagia yang membuatku terisak.
Entah mengapa aku begitu ingin kembali ke masa kanak-kanak saat dimana yang kulakukan hanya bermain,tertawa dan bahagia tanpa mengenal rasa sakit meskipun tergelincir jatuh dan terluka saat mencoba kabur ketika ketahuan memanjat pohon, mencuri buah buah ranum yang bergelantungan menggiurkan.

Aku rebah menunduk diatas meja ini, mengenang dan terus mengenang,
jelas kudengar suara riuh santri dikelas mereka yang sedang menunggu guru,tertawa,bercengkrama atau berkomat-kamit menghafalkan Alquran untuk setoran ba'da ashar nanti.
Di kelas lain gelegar suara mereka terdengar mengikuti suara lantang gurunya menghafalkan kalimat dalam pelajaran.
sesekali kulirik mereka dikelas lain yang tengah membisu,tegang.
Peluh diwajah mereka dibiarkan begitu saja, hanya jemarinya yang lincah memainkan pena,mengukir kalimat-kalimat arab gundul diatas kertas putih sesuai dengan yang telah dipelajarinya semalam sementara nasib kertas itu berada ditangan ustadz.
Ah..harusnya aku juga disana..kembali aku membatin
kemudian menghanyutkan diri dalam kidung keterasingan yang melantun menggetarkan sukma.

"hey.. calon pengantin melamun"
seseorang membuka pintu kamarku dan langsung duduk di jendela, dari suaranya kutahu dia adalah kak Azmi.
Oh iya, belum kuperkenalkan,
Namanya kak Azmi, kakak semata wayangku, satu satunya saudara kandung yang kumiliki.
Sosok yang sejak kecil selalu menginspirasiku untuk mengikuti jejaknya, berpetualang,berburu kesenangan,melawan terik matahari dan menepis serangan bertubi tubi air dari langit, pergi dengan keberanian dan pulang membawa kemenangan.
Itulah kakakku, lelaki yang berhasil membuatku sempat berfikir untuk ingin menjadi lelaki dan melakukan semua yang dilakukan anak lelaki tanpa sedikitpun berminat menikmati boneka bonekaan khas anak perempuan.
Tapi itu dulu, saat kami merasa dunia ada dalam genggaman kami, saat sebelum akhirnya dunia kami harus terpisah oleh sebuah tabir yang menjulang tinggi di pesantren kami,saat sebelum akhirnya aku benar-benar sadar bahwa aku perempuan dan dia lelaki.

Kebiasaan kami berubah dari berpetualang menjadi saling melengkapi,saling menjaga dan saling mengasihi,saling membantu meskipun aku yang lebih banyak membantunya,
dan saling mencurahkan isi hati dibawah naungan penjara suci yang letaknya hanya selangkah dari rumah kami.
Lucu memang, namun kami berhasil membuat para santri cemburu melihat akurnya kami padahal andai mereka tahu jika dulu kami bersitegang tak ada yang dapat melerai saat kakinya lurus ia tendangkan ke tubuhku dan tinjuku mendarat sadis diwajahnya.
Sangar.
Sekali lagi, itu dulu..
Sebelum aku tahu bahwa ternyata kakakku adalah teman sekelas kak Syafiq,
ya, Syafiq, yang membuat nadiku berdenyut merdu,
bahkan hubungan mereka bukan hanya sebatas teman tapi lebih dari sahabat dekat,
'dia itu sudah seperti saudaraku,kita kan sahabatan lebih dari 4 tahun' aku kak Azmi tempo hari.
Namun mereka harus berpisah saat rezeki mereka telah berpindah dari pesantren menuju tempatnya masing-masing,
meski begitu kak Azmi masih menyimpan banyak kenangan antara dia dan kak Syafiq, mereka pun sampai sekarang masih saling memberi kabar, Aku curiga kak Azmi sebenarnya tahu apa yang dilakukan kak Syafiq padaku,
aku rasakan dari sikapnya yang selalu mengikut sertakan kak Syafiq tiap kali kami mengobrol,bercerita tentang baik akhlaknya,kesungguhannya menuntut ilmu dan keinginannya mengkhitbah seorang hafidzah kelak,
bahasanya yang seakan menyindir dan menggodaku, meski begitu aku berusaha acuh dan pura pura tidak tahu padahal sejujurnya hatiku bergejolak mendengarnya bahkan ingin terus menyimak cerita tentangnya, Ah cinta..
Kecurigaanku tidak hanya itu, aku juga curiga bahwa sebenarnya kak Azmi lah yang telah memperkenalkanku pada sahabatnya itu, dan dia pula yang mengomporinya untuk mengatakan semua padaku,
Ah kakak.. kini saat dia telah pergi, melalui aku kau masih mencoba untuk menyatukan hatiku dan hatinya dengan cerita ceritamu yang perlahan menyingkap tirai yang selama ini menutupi sosoknya dari mataku,
kuucap selamat karena kau berhasil kakak, kau berhasil membuat hatiku melantunkan kidung, kidung cinta, kidung kerinduan,kidung yang kutujukan kepada dia yang telah menggelorakan jiwa,menggetarkan sukma, kepada dia yang namanya kini kusematkan didalam hatiku,
kau membuat kalbuku menyenandungkan bait-bait syair, syair pengharapan yang kutujukan pada Dia yang telah menghembuskan angin cinta dan meneteskan embun rindu ditaman hatiku kini..
Tapi kakak..
Akankah taman hati yang baru berbunga ini dapat semerbak selamanya?
sementara sebentar lagi akan ada seorang yang masuk tanpa mengetuk dan mencabuti bunga bunga yang belum sempurna mekar beserta akarnya,
membuat sayap sayap indah terbang menjauh tanpa berminat untuk hinggap.
hingga pada akhinrnya taman hati yang semerbak menjelma menjadi tanah gersang yang tandus.
sungguh kakak, aku tak menginginkan ini...
Maka itulah mengapa saat ini jika kak Azmi muncul dihadapanku ada rasa sedih merasuk kalbuku, mungkinkah sedih itu karena melihatnya mengingatkanku pada dia yang telah pergi?
Kutatap wajah kakak lamat lamat,
ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya, namun seketika kuurungkan sebab aku masih memilih untuk memendam perasaanku dalam diam, tanpa seorang pun tahu, meskipun aku sadar cepat atau lambat aku sendiri yang akan mengungkapkannya,
sebab aku termasuk orang yang tak dapat memendam masalah sendiri hingga berlarut larut, jika sedang ada masalah meskipun aku tak mengatakan apapun orang orang akan tahu dari wajahku yang seolah mendung, ceriaku berkurang dan terlihat gelisah,
ya, jika ada masalah aku tidak tenang sebelum masalah itu selesai, paling tidak aku tumpahkan perasaanku pada sesorang, biasanya pada mereka yang menangkap mendung menggantung diwajahku, itu kelemahanku yang lain.

Belum sempat kakak mengobrol denganku,
kudengar handphone ku berdering,
Nurul.

"Assalamu'alaikum Nurul.."
ujarku sedikit memekik, ada rasa bahagia menerima telepon dari nurul yang lama tak memberi kabar.
"wa'alaikum salaam... Azky... aku kangeeen.. kamu apa kabar?." jawab Nurul diseberang sana.
"Alhamdulillah, khair,, kamu tuh yang ngilang kayak ditelan bumi,kemana aja?"

"he eh, maaf azky, aku gak bisa ngabarin soalnya lagi sibuk bimbingan untuk SNMPTN, ini aja curi curi waktu,
kamu gimana ky? jadi kuliah dimana? oh iya pasti di ma'had lah ya, rencana jurusan apa ky?"

Pertanyaan Nurul yang seketika membuatku lemas,
senyum dibibirku sirna sudah.
Rupanya Nurul belum tahu apa yang menimpaku belakangan ini,
Aku terdiam,
kudengar Nurul memanggil-manggil namaku diseberang, namun aku seakan kehilangan kekuatan bahkan hanya untuk membuka mulut.

"Nurul..."
Airmataku menggenang nyaris tumpah,
"Aku, mungkin tidak akan kuliah, harapan yang pernah kita bangun bersama mungkin tak akan pernah terwujud,,"
"hah? azky, kamu kenapa? aku gak ngerti,," ujar Nurul sedikit meninggi
"bulan depan kamu mau gak kesini?"
"Azkiya kamu ngomong apa siih..."
"Bulan depan aku nikah rul.."
Menetes sudah airmata yang sejak tadi kubendung,
kudengar Nurul mendesah,
"Yaallah Azky... secepat itukah, kenapa harus sekarang..
kamu kok mau sih?"
sudah kuduga nurul akan melayangkan pertanyaan yang bertubi tubi padaku.
"Apa yang bisa kulakukan, sebagai seorang anak aku harus nurut sama abah umi,, sejujurnya aku tidak menginginkan ini, bahkan siapa yang akan bersanding denganku esok pun aku belum tahu,
tapi, aku benar benar tidak dapat melakukan apa apa nurul.. ini terlalu mendadak dan ah, terlalu berat..." kataku tertahan
kudengar Nurul disana semakin terkejut,
"Apa! Yaallah, Azky, apa yang sedang difikirkan orangtuamu... mereka tahu betul kamu ingin mewujudkan cita cita, mereka tahu betull sebab merekalah yang membuatmi berani berkeinginan untuk bermimpi dan berharap, tapi setelah semua ini kau bangun, oke, cita cita terbesarmu menjadi seorang hafidzah alquran sudah terwujud, namun beginikah akhirnya az?"
tak dapat kubendung lagi, aku terisak, tak dapat berkata apa apa,
kubiarkan Nurul berbicara panjang lebar, akupun tak tahu persis apa yang dokatakannya, aku tak menyimaknya,
kini nurul pun terdiam, mungkin juga sedang terisak setelah ia menydahi katanya dengan permintaan maaf karena telah lancang,
"nurul, aku mengerti, aku tahu kamu benar benar mengerti bagaimana diriku,
tapi aku tak berdaya...
"azky,,, bagaimana dengan kak syafiq? " tiba tiba nurul memotong,
aku tertegun,
Nurul, nurul menanyakan itu, ah! mengapa..
aku berusaha kuat untuk bertanya sekali lagi pada nurul,
"apa?" hanya itu, hanya itu y bisa keluar dari mulutku, pelan.
Tapi nurul cukup mengerti bahwa pertanyaanku bukan sekedar "apa" tapi lebih kepada kalimat kalimat yang akan mengalir setlahnya.
"dia sudah tahu? lalu bagaimana tanggapannya?"
tidak, aku tidak kuat...
Nurul...
"aku tidak tahu,mungkin dia belum tahu, kak azmi belum cerita apa apa, dan semoga saja tidak Nurul "
"Ah,, mengapa jadi begini rumit... Azkyaaa... aaahh..." entah bagaimana perasaan nurul saat itu,
namun seketika seperti ada seseorang yang membisikkan padanya, dia kembali serius menginterogasiku
"eh, bukankah tadi kamu bilang Kamu belum tahu siapa pria yang dijodohkan denganmu itu?
bukankah kau tadi bilang kalau kamu tak tahu bagaimana dengan kak Syafiq,
apa itu berarti,,
sebenarnya pria yang dijodohkan denganmu itu adalah Kak Syafiq? "
sebuah lkesimpulan pendek yang entah didapatkannya darimana,
terdengar konyol namun hingga saat ini, kata kata itu masih jelas terngiang, terhunjam ke dadaku,
kini aku sibuk dengan pertanyaan,
"apa mungkin,?
mungkinkah dia itu kak Syafiq?
seorang yang telah pergi itu, adakah kini ia datang memenuhi janjinya?
apakah Nurul benar?
lalu
kak Azmi,
aku tiba tiba teringat dia tadi kekamarku untuk mengatakan sesuatu sebelum akhirnya Nurul menelepon,,
apakah yang akan dikatakannya?
apakah tentang seseorang yang akan datang bulan depan itu?

ah Tuhan.... tak dapat lagi aku membedakan akal sehat dan bukan.
bingung,
jika begini, tiadalah yang dapat menolongku selain engkau Robb,,
kaulah sebaik baik penolong dan tempat bersandar,
maka Peluklah aku tuhan,,
dekap aku dalam rangkuhan kasihMu

tak ada satupun yang tahu bagaimana daku kini,
aku,dia, mereka, takl ada yang dapat menebak bagaimana jadinya hidupku seok,,
hanya engkau Robb..
hanya Engkau,
maka kupohon..
berikan yang terbaik Tuhan,,

dan sosok syafiq kembali terbayang mengiringi kata 'terbaik'


bagaimana kelanjutan kisah azkiya?
mungkinkah jodoh pilihan orang tua mnya adalah syafiq yang berjanji setahun silam?
apa yang akan dibicarakan azmi pada adiknya?

tunggu kelanjutannya di kidung rindu part 3 ^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar